BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Kesatuan/Persatuan.
Didalam kamus besar bahasa Indonesia, arti persatuan
adalah gabungan yang terdiri atas bagian yang telah bersatu. Umat islam,
kususnya di Indonesia hidup rukun dan damai, maka Insyaallah persatuan bangsa
Indonesia akan dapat terwujud.
Persatuan dalam bahasa arabnya di sebut dengan kata ittihad,
berarti ikatan. Sedang menurut istilah di artikan sebagai bentuk kecenderungan
manusia yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan melakukan pengelompokan sesama
manusia menurut ikatan tertentu untuk mencapai tujuan.
Jadi persatuan adalah menghimpun hal-hal yang terserak
menjadi satu atau membentuk sebuah unit yang masing-masing sebuah
anggotanya saling menguatkan . Kesatuan diibaratkan seperti sapu lidi yang
memiliki kekuatan dan tidak tercerai berai. Atau ibaratnya seperti genggaman
tangan yang kokoh.
Di dalam Islam persatuan harus diterapkan untuk
melahirkan Izzatul Islam wal muslimin (kemuliaan Islam dan kaum muslim).
Sehingga kalau persatuan konteksnya ialah sesama umat Islam,
2.2
Pendekatan tafsir dalil nash Kesatuan/Persatuan
Persatuan
termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang
terkandung dalam agama ini. Al Qur`an dan Rasulullah senantiasa menyerukannya.
Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, dan kebangsaan semuanya
diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di
atas petunjuk dan kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan,
karena tidak ada faidahnya. Sehingga sikap saling toleran dan saling membantu
dalam segala hal baik itu dilakukan umat islam dengan orang islam sendiri
ataupun dengan agama lain. Sehingga persatuan dan kesatuan antar agama, suku,
ras dan bangsa sesuai dengan tujuan syariat agama islam. Seperti yang dijelaskan dalam Alquran :
2.2.1 Ali-Imran ayat 103.
وَاعتَصِموا بِحَبلِ
اللَّهِ جَميعًا وَلا تَفَرَّقوا ۚ وَاذكُروا نِعمَتَ اللَّهِ عَلَيكُم إِذ كُنتُم
أَعداءً فَأَلَّفَ بَينَ قُلوبِكُم فَأَصبَحتُم بِنِعمَتِهِ إِخوٰنًا وَكُنتُم
عَلىٰ شَفا حُفرَةٍ مِنَ النّارِ فَأَنقَذَكُم مِنها ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ
لَكُم ءايٰتِهِ لَعَلَّكُم تَهتَدونَ ﴿١٠٣﴾
Artinya; “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” . (Q.S Ali
Imran: 103)
Ø Asbabun nuzul.
Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi
Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketikau kaum Aus dan Khajraj
duduk-duduk, berceritalah mereka tentang permusuhannya di jaman jahiliyah,
sehingga bangkitlah amarah kedua kaum tersebut. Masing-masing bangkit memegang
senjatanya, saling berhadapan. Maka turunlah ayat tersebut (Ali ‘Imraan:
101-103) yang melerai mereka.
Diriwayatkan oleh Ibu Ishaq dan Abusy
Syaikh, yang bersumber dari Zaid bin Aslam bahwa seorang Yahudi yang bernama
Syas bin Qais lewat di hadapan kaum Aus dan Khajraj yang sedang bercakap-cakap
dengan riang gembira. Ia merasa benci dengan keintiman mereka, padahal asalnya
bermusuhan. Ia menyuruh seorang anak mudah anak buahnya untuk ikut serta
bercakap-cakap dengan mereka. Mulailah kaum Aus dan Khajraj berselisih dan
menyombongkan kegagahan masing-masing, sehingga tampillah Aus bin Qaizhi dari
golongan Aus dan Jabbar bin Shakhr dari golongan Khajraj saling mencaci
sehingga menimbulkan amarah kedua belah pihak. Berloncatanlah kedua kelompok
itu untuk berperang. Hal inni sampai kepada Rasulullah saw sehingga beliau
segera datang dan memberi nasehat serta mendamaikan mereka. Mereka pun tunduk
dan taat.
Ø Tafsir Ayat
Dari
ayat diatas dijelaskan, Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dia
(Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang
perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan
dan perintah persatuan. Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka
bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal itu juga.
Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu
telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah.
Diantaranya terdapat satu firqah najiyah (yang selamat)
menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang
berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi dan para sahabat beliau.”[1]
Dari
redaksi diatas, dapat dilihat bahwa persatuan dan kesatuan merupakan perintah
wajib yang harus dilakukan, dengan memahami perbedaan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat. Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat
ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan
dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan
kebinasaan dan al jama’ah (persatuan)
merupakan keselamatan.” Sebenarnya telah ada fonemena
persatuan di dalam perilaku kaum Muslimin, antara satu dengan yang lainnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ
الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ
الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan
kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di
antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh
merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan
demam dan tidak bisa tidur” (HR Muslim).
2.2.2 Al-Quran surat Al Hajj ayat 41.
Kemudian,
dengan kita menjaga persatuan dan kesatuan maka banyak potensi untuk kita saling
menjaga, saling menolong, saling membantu dan saling mengingatkan ketika
terjadi problem yang berujung kepada kemungkaran seperti yang dijelaskan dalam
alquran surat al hajj ayat 41.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
Artinya; “(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka
melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah
dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
Ø Asbabun Nuzul
Ibnu abbas mengatakan tentang
Asbabun Nuzul ayat ini. “ Tatkala Rasulullah SAW. Di usir dari mekkah Abu Bakar
berkata “ Mereka telah mengusir Nabi, mereka sesungguhnya kita kepunyaan Allah,
sesungguhnya kita kembali pada-Nya benar-benar hancurlah kaum itu.” Maka Allah
SWT menurunkan ayat ini yang artinya : Di izinkan (berperang) kepada
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh
Allah Maha Kuasa Menolong mereka itu. Abu Bakar berkata : Maka tahulah aku
Sesungguhnya aka nada peperangan.’ ( Riwayat Ahmad At-Tarmidzi, An-Nasai dan
Ibnu Majjah).[2]
Ø
Tafsir Ayat
Dari deksripsi diatas dijelaskan,
dalam tafsir al azhar, surat Al Hajj ayat 41, yang artinya :(yaitu)
Orang-orang yang apabila kemi kokohkan mereka di bumi.” Dapat
diartikan telah Kami tolong dan berhasil perjuangan mereka melawan kedhaliman
itu,”
mereka mendirikan sholat dan memberikan zakat .[3] ” Dengan susunan ayat ini bukanlah
berarti bahwa mereka mau mendirikan sholat dan kokoh di muka bumi, atau setelah
mereka menang menghadapi musuh-musuhnya, bahkan sejak semula perjuangan
keyakinan dan keimanan kepada Tuhan itulah pegangan teguh mereka. Dalam
pengalaman kita dimasa perjuangan melawan penjajahan belanda, pada umumnya
orang shalih dan taat sembahyanglima waktu mereka kerjakan dengan tekun. Zakat
mereka berikan. Tetapi setelah kedudukan kokoh di muka bumi prang mulai
melalikan agama.
“Dan mereka menyuruh berbuat
yang ma’ruf.” Maka timbullah berbagai anjuran agar sama-sama
berbuat yang ma’ruf. Artinya yang ma’ruf ialah anjuran-anjuran atau perbuatan
yang diterima baik dan disambut dengan segala senang hati oleh masyarakat
ramai. Betambah banyak anjuran kepada yang ma’ruf bertambah majulah masyarakat.
“Dan mereka mecegah dari
berbuat yang munkar.” Artinya yag munkar adalah segala anjuran atau
perbuatan yang masyarakat bersama tidak senang melihat atau menerimanya, karena
tidak sesuai dengan garis-garis kebenaran.
“Dan kepada Alah jualah akibat
dari segala urusan.” ujung ayat 41) Artinya walau bagaimanapun keadaan
yang dihadapi, baik ketika lemah yang menghendaki kesabaran, atau menghadapi
perjuangan yang amat sengit dengan musuh karena mempertahankan ajaran Allah
atau seketika kemenangan telah tercapai, sekali-kali jangan lupa, bahwa
keputusan terakhir adalah pada Allah SWT jua.[4]
Kemudian dalam tafsir al
misbah, QS-Al
Hajj ayat 41 menerangkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang jika kami
anugerahkan kepada kemenangan dan kami teguhkan kedudukan mewreka dimuka
bumi, yakni kami berikan mereka keleluasaan mengelola suatu
wilayah dalam keadaan mereka dan berdaulat niscaya mereka yakni masyarakat itu
melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya dan
mereka uga menunaikan zakat sesuai kadar waktu, sasaran dan cara penyuluran
yang ditetapkan oleh Allah, serta mereka menyuruh anggota-anggota masyarakat
agar berbuat yang ma’ruf, yani nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang
diakui baik dalam masyarakat itu, lagi tidak bertentangan dengan nilai-nilai
ilahiah dan mereka mencegah dari yang munkar, yakni yang nilai buruk lagi
diingkari oleh akal sehat masyarakat, dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan, Dialah yang memenagkan siapa yang hendak dimenangka-Nya dan Dia pula
yang menjatuhkan kekalahan bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia pula yang
menentukan masa kemenangan dan kekalahan itu. Ayat diatas mencerminkan
sekelumit dari cirri-ciri masyarakat yang diidamkan islam, kapan dan dimanapun
dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan
para sahabat beliau.
Masyarakat itu adalah yang
pemimpin-pemimpin dan anggota-anggotanya dinilai kolektif bertakwa, sehingga
hubungan mereka dengan Allah SWT. Baik dan jauh dari kekejian dan kemunkaran,
sebagaimana dicerminkan oleh sikap mereka yang selalu melaksanakan shalat dan
harmonis pula hubungan anggota masyarakat, termasuk antara kaum yang punya dan
lemah yang dicerminkan oleh ayat diatas iringan menunaikan zakat. Disamping itu
mereka juga menegakkan nilai-nilai yang dianut masyarakat, yaitu nilai-nilai
ma’ruf dan mencegah perbuatan yang munkar. Pelaksanaan kedua hal tersebut
menjadikan masyarakat melaksanakan control social, sehingga mereka saling
mengingatkan dalam hal kebajikan, serta mencegah terjadinya pelanggaran.[5]
Dalam mengurai penjelasan lebih dalam
lagi, diterangkan dalam tafsir Ibnu Katsir yakni; Menurut Abu Al Aliyah, orang yang
menyebutkan alam ayat ini iaah para sahabat Muhammad SAW. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Utsman bin Affan, dia berkata : “ Mengenai kamilah
ayat,orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi ini
susunkan kami diusir dari kampung halaman kami sendiri tanpa alasan yang benar,
kecuali karna kami mengatakan bahwa Tuhan kami adalah Allah, kemudian kami
diteguhkan di bumi, lalu kami mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, kepunyaan Allah
kemudahan segala perkara. Jadi ayat ini diturunkan berkenan dengan aku dan para
sahabatku.
Ash-Shahab bin Suwadah al Kindi
berkata, “Aku mendengar Umar Bin Abdul Aziz berkhutbah. Dia membaca ayat
“Orang-orang yang kami teguhkan kedudukan mereka dibumi, kemudian berkata.”
Ketahuilah, ayat ini bukan hanya ditujukan kepada pemimpin semata, namun
ditujukan kepada pemimpin dan rakyatnya. Ketahuilah, aku akan memberitahukan
kepadamu kewajiban pemimpin kepada rakyatnya dan kewajiban rakyat kepada
pemimpinnya. Sesungguhnya yang mejadi hak kamu dan kewajiban pemimpin ialah
memperlakukan amu dengan ketentuan Allah yang telah diwajibkan atasmu,
memperlakukan sebagian kamu karena sebagian yang lain dengan ketentuan Allah
dan menunjukkan kamu kepada jalan yang lurus sesuai dengan kemampuan pemimpin.
Adapun kewajiban kamu adalah mentaati pemimpin tanpa terpaksa dan tidak
bertentangan antara ketaatan perkataan dan perbuatan dengan ketaatan hati. Zaid
bin Aslam berkata, “ Dan kepada Alah lah kembali segala urusan berarti pada
sisi Allah lah pahala atas apa yang telah mereka lakukan.[6]
2.2.3 Al-Qur’an Surah Al-Hadid Ayat 25
Tidak
hanya surah Al-Imron dan Al-Hajj saja yang menjadi dasar dari suatu kesatuan
atau persatuan. Dalam hal ini terdapat pula dasar suatu kesatuan atau persatuan
yang ada di dalam Al-Qur’an surah Al-Hadid Ayat 25, yang menjelaskan,
لَقدْ أَرْ
سَلْنَا رَسُلَنَا بِالْبَيْنَتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمْ اَلْكِتبَ وَاَلْمِيْزَانَ
لِيَقُو مَ اَلْنَّاسُ بِالْقِسْطِ , وَأَنْزَلْنَا أَلْحَدِ يدَ فِيهِ بَأْ سٌ شَدِ
يدٌ وَمَنَفِعُ ِللنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ألله مِنِ يَنصُرُ هُ , وَرَسُلَهُ , بِألْغَيْبِ,
إِنَّ اللهَ قَوِ ئٌّ عَزِيْزٌ
Artinya: “Sesunguhguhnya telah kami utus akan
rasul-rasul kami dengan penjelasan dan kami turunkan beserta mereka itu kitab
dan pertimbangan, supaya berdirilah manusia dengan keadilan. Dan turunkan besi,
didalamnya ada kekuatan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, dan
supaya dibuktikan Allah barangsiapa yang menolongnya dan Rasul-rasuNya, dengan
cara sembunyi. Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Kuat, Maha Perkasa.”
Ø Tafsir
Surah Al-Hadid Ayat 25
“Sesunguhguhnya telah kami utus akan rasul-rasul
kami dengan penjelasan dan kami turunkan beserta mereka itu kitab dan
pertimbangan, supaya berdirilah manusia dengan keadilan.” Ayat ini telah
memberikan keterangan yang jelas tentang kedatangan Rasul-rasul atau utusan
Tuhan ke dunia ini. kedatangan beliau ke dunia di utus Tuhan untuk membawakan
penjelasan bagi manusia untuk keselamatan hidup mereka didunia dan akhirat.
Setelah Tuhan menurunkan kitab kepada Rasul-rasul itu, Tuhan pun sekaligus
menurunkan kepada mereka al-Miizan, yaitu alat penimbang. Sebab sesudah
itu nyata sekali Tuhan bersabda “Supaya berdirilah manusia dengan keadilan” jangan
berbuat sewenang-wenang saja dalam menjatuhkan hukum. “Dan turunkan besi,
didalamnya ada kekuatan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,”
Di dalam simpulan ayat ini kita sudah dapat
memahamkan bahwa pada hakekatnya, datangnya Rasul-rasul diutus Tuhan, selain
diberi wahyu dengan kitab-kitab suci, mereka juga diberi kewajiban memberikan
pertimbangan. Tegasnya kebijaksanaan dalam memimpin umatnya. Sesudah itu
timbangan untuk menegakkan keadilan bahkan juga di beri besi. Dalam ayat
ditegaskan kegunaan besi itu. Pertama karena di dalamnya ada persenjataan. maka
dapat difahamkan bahkwa kedatangan Rasul-rasul itu bukan saja hendak
mengejar-ngejar orang untuk tunduk kepada Tuhan, twtapi wajib patuh dan tunduk.
Besi adalah untuk menguatkan hukum. Selain jadi senjata ada banyak pula manfaat
yang lain.
Sebab itu dengan tegas pula dalam ayat ini
dijelaskan bahwa suatu agama mestilah disokong dengan kekuasaan atau
pemerintahan.”dan supaya dibuktikan Allah barangsiapa yang menolongnya dan
Rasul-rasuNya, dengan cara sembunyi.”. Cara sembunyi itu ditafsirkan oleh
Ibnu Abas ialah dengan hati yang ikhlas, tidak usah gembar-gembur. Disebut di
ujung ayat ini bahwa orang yang hendak membela tegaknya agama Allah,
kadang-kadang terpaksa dengan sembunyi-sembunyi, dengan ghaib, karena hebatnya
tantangan dari pihak musuh. Tetapi Allah tetap dalam kesabaran dan kekuatannya
“Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Kuat, Maha Perkasa”. [7]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Persatuan dalam bahasa arabnya di sebut dengan kata ittihad,
berarti ikatan. Sedang menurut istilah di artikan sebagai bentuk kecenderungan
manusia yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan melakukan pengelompokan sesama
manusia menurut ikatan tertentu untuk mencapai tujuan. Jadi konsep persatuan adalah menghimpun hal-hal yang
terserak menjadi satu atau membentuk sebuah unit yang masing-masing sebuah
anggotanya saling menguatkan. Kesatuan diibaratkan seperti sapu lidi
yang memiliki kekuatan dan tidak tercerai berai. Atau ibaratnya seperti
genggaman tangan yang kokoh.
Dalam Pendekatan
tafsir dalil nash Kesatuan/ Persatuan
termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang
terkandung dalam agama ini. Al Qur`an dan Rasulullah senantiasa menyerukannya.
Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, dan kebangsaan semuanya
diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Hal ini
juga didasarkan atau diperkuat oleh surah yang ada di dalam Al-Qur’an, yakni
surah Al-Imron ayat 103, Al-Hajj ayat 41 dan surah Al-Hadid ayat 25.
Daftar Pustaka
1.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi, Juz XVII, (Semarang: Toha Putra, 1993)
2.
Ar-Rifa’i, Muhammad Najib. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3
3.
Shihab, M.Quraisy, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
4.
Prof. Dr.
Hamka, Tafsir Al Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas,
1982)
5.
Terjemah dari Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar