Jumat, 06 April 2018

Tafsir Ayat Al-Qur’an Tentang Persatuan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Konsep Kesatuan/Persatuan.
Didalam kamus besar bahasa Indonesia, arti persatuan adalah gabungan yang terdiri atas bagian yang telah bersatu. Umat islam, kususnya di Indonesia hidup rukun dan damai, maka Insyaallah persatuan bangsa Indonesia akan dapat terwujud.
Persatuan dalam bahasa arabnya di sebut dengan kata ittihad, berarti ikatan. Sedang menurut istilah di artikan sebagai bentuk kecenderungan manusia yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan melakukan pengelompokan sesama manusia menurut ikatan tertentu untuk mencapai tujuan.
Jadi persatuan adalah menghimpun hal-hal yang terserak  menjadi satu atau membentuk sebuah unit yang masing-masing sebuah anggotanya saling menguatkan . Kesatuan diibaratkan seperti sapu lidi yang memiliki kekuatan dan tidak tercerai berai. Atau ibaratnya seperti genggaman tangan yang kokoh.
Di dalam Islam persatuan harus diterapkan untuk melahirkan Izzatul Islam wal muslimin (kemuliaan Islam dan kaum muslim). Sehingga kalau persatuan konteksnya ialah sesama umat Islam,

2.2  Pendekatan tafsir dalil nash Kesatuan/Persatuan
Persatuan termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang terkandung dalam agama ini. Al Qur`an dan Rasulullah senantiasa menyerukannya. Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, dan kebangsaan semuanya diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di atas petunjuk dan kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan, karena tidak ada faidahnya. Sehingga sikap saling toleran dan saling membantu dalam segala hal baik itu dilakukan umat islam dengan orang islam sendiri ataupun dengan agama lain. Sehingga persatuan dan kesatuan antar agama, suku, ras dan bangsa sesuai dengan tujuan syariat agama islam. Seperti yang dijelaskan dalam Alquran :
2.2.1 Ali-Imran ayat 103.

وَاعتَصِموا بِحَبلِ اللَّهِ جَميعًا وَلا تَفَرَّقوا ۚ وَاذكُروا نِعمَتَ اللَّهِ عَلَيكُم إِذ كُنتُم أَعداءً فَأَلَّفَ بَينَ قُلوبِكُم فَأَصبَحتُم بِنِعمَتِهِ إِخوٰنًا وَكُنتُم عَلىٰ شَفا حُفرَةٍ مِنَ النّارِ فَأَنقَذَكُم مِنها ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُم ءايٰتِهِ لَعَلَّكُم تَهتَدونَ ﴿١٠٣
Artinya; “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” . (Q.S Ali Imran: 103)
Ø  Asbabun nuzul.
Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketikau kaum Aus dan Khajraj duduk-duduk, berceritalah mereka tentang permusuhannya di jaman jahiliyah, sehingga bangkitlah amarah kedua kaum tersebut. Masing-masing bangkit memegang senjatanya, saling berhadapan. Maka turunlah ayat tersebut (Ali ‘Imraan: 101-103) yang melerai mereka.
Diriwayatkan oleh Ibu Ishaq dan Abusy Syaikh, yang bersumber dari Zaid bin Aslam bahwa seorang Yahudi yang bernama Syas bin Qais lewat di hadapan kaum Aus dan Khajraj yang sedang bercakap-cakap dengan riang gembira. Ia merasa benci dengan keintiman mereka, padahal asalnya bermusuhan. Ia menyuruh seorang anak mudah anak buahnya untuk ikut serta bercakap-cakap dengan mereka. Mulailah kaum Aus dan Khajraj berselisih dan menyombongkan kegagahan masing-masing, sehingga tampillah Aus bin Qaizhi dari golongan Aus dan Jabbar bin Shakhr dari golongan Khajraj saling mencaci sehingga menimbulkan amarah kedua belah pihak. Berloncatanlah kedua kelompok itu untuk berperang. Hal inni sampai kepada Rasulullah saw sehingga beliau segera datang dan memberi nasehat serta mendamaikan mereka. Mereka pun tunduk dan taat.

Ø  Tafsir Ayat
Dari ayat diatas dijelaskan, Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan. Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya  terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi dan para sahabat beliau.”[1]
Dari redaksi diatas, dapat dilihat bahwa persatuan dan kesatuan merupakan perintah wajib yang harus dilakukan, dengan memahami perbedaan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan.” Sebenarnya telah ada fonemena persatuan di dalam perilaku kaum Muslimin, antara satu dengan yang lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur” (HR Muslim).
2.2.2 Al-Quran surat Al Hajj ayat 41.
Kemudian, dengan kita menjaga persatuan dan kesatuan maka banyak potensi untuk kita saling menjaga, saling menolong, saling membantu dan saling mengingatkan ketika terjadi problem yang berujung kepada kemungkaran seperti yang dijelaskan dalam alquran surat al hajj ayat 41.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
Artinya; (Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Ø  Asbabun Nuzul
Ibnu abbas mengatakan tentang Asbabun Nuzul ayat ini. “ Tatkala Rasulullah SAW. Di usir dari mekkah Abu Bakar berkata “ Mereka telah mengusir Nabi, mereka sesungguhnya kita kepunyaan Allah, sesungguhnya kita kembali pada-Nya benar-benar hancurlah kaum itu.” Maka Allah SWT menurunkan ayat ini yang artinya : Di izinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh Allah Maha Kuasa Menolong mereka itu. Abu Bakar berkata : Maka tahulah aku Sesungguhnya aka nada peperangan.’ ( Riwayat Ahmad At-Tarmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah).[2]


Ø  Tafsir Ayat
Dari deksripsi diatas dijelaskan, dalam tafsir al azhar, surat Al Hajj ayat 41, yang artinya :(yaitu) Orang-orang yang apabila kemi kokohkan mereka di bumi.” Dapat diartikan telah Kami tolong dan berhasil perjuangan mereka melawan kedhaliman itu,” mereka mendirikan sholat dan memberikan zakat .[3] Dengan susunan ayat ini bukanlah berarti bahwa mereka mau mendirikan sholat dan kokoh di muka bumi, atau setelah mereka menang menghadapi musuh-musuhnya, bahkan sejak semula perjuangan keyakinan dan keimanan kepada Tuhan itulah pegangan teguh mereka. Dalam pengalaman kita dimasa perjuangan melawan penjajahan belanda, pada umumnya orang shalih dan taat sembahyanglima waktu mereka kerjakan dengan tekun. Zakat mereka berikan. Tetapi setelah kedudukan kokoh di muka bumi prang mulai melalikan agama.
“Dan mereka menyuruh berbuat yang ma’ruf.” Maka timbullah berbagai anjuran agar sama-sama berbuat yang ma’ruf. Artinya yang ma’ruf ialah anjuran-anjuran atau perbuatan yang diterima baik dan disambut dengan segala senang hati oleh masyarakat ramai. Betambah banyak anjuran kepada yang ma’ruf bertambah majulah masyarakat.
“Dan mereka mecegah dari berbuat yang munkar.” Artinya yag munkar adalah segala anjuran atau perbuatan yang masyarakat bersama tidak senang melihat atau menerimanya, karena tidak sesuai dengan garis-garis kebenaran.
“Dan kepada Alah jualah akibat dari segala urusan.” ujung ayat 41) Artinya walau bagaimanapun keadaan yang dihadapi, baik ketika lemah yang menghendaki kesabaran, atau menghadapi perjuangan yang amat sengit dengan musuh karena mempertahankan ajaran Allah atau seketika kemenangan telah tercapai, sekali-kali jangan lupa, bahwa keputusan terakhir adalah pada Allah SWT jua.[4]
Kemudian dalam tafsir al misbah, QS-Al Hajj ayat 41 menerangkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang jika kami anugerahkan kepada kemenangan dan kami teguhkan kedudukan mewreka dimuka bumi, yakni kami berikan mereka keleluasaan mengelola suatu wilayah dalam keadaan mereka dan berdaulat niscaya mereka yakni masyarakat itu melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya dan mereka uga menunaikan zakat sesuai kadar waktu, sasaran dan cara penyuluran yang ditetapkan oleh Allah, serta mereka menyuruh anggota-anggota masyarakat agar berbuat yang ma’ruf, yani nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik dalam masyarakat itu, lagi tidak bertentangan dengan nilai-nilai ilahiah dan mereka mencegah dari yang munkar, yakni yang nilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan, Dialah yang memenagkan siapa yang hendak dimenangka-Nya dan Dia pula yang menjatuhkan kekalahan bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia pula yang menentukan masa kemenangan dan kekalahan itu. Ayat diatas mencerminkan sekelumit dari cirri-ciri masyarakat yang diidamkan islam, kapan dan dimanapun dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.
Masyarakat itu adalah yang pemimpin-pemimpin dan anggota-anggotanya dinilai kolektif bertakwa, sehingga hubungan mereka dengan Allah SWT. Baik dan jauh dari kekejian dan kemunkaran, sebagaimana dicerminkan oleh sikap mereka yang selalu melaksanakan shalat dan harmonis pula hubungan anggota masyarakat, termasuk antara kaum yang punya dan lemah yang dicerminkan oleh ayat diatas iringan menunaikan zakat. Disamping itu mereka juga menegakkan nilai-nilai yang dianut masyarakat, yaitu nilai-nilai ma’ruf dan mencegah perbuatan yang munkar. Pelaksanaan kedua hal tersebut menjadikan masyarakat melaksanakan control social, sehingga mereka saling mengingatkan dalam hal kebajikan, serta mencegah terjadinya pelanggaran.[5]
Dalam mengurai penjelasan lebih dalam lagi, diterangkan dalam tafsir Ibnu Katsir yakni; Menurut Abu Al Aliyah, orang yang menyebutkan alam ayat ini iaah para sahabat Muhammad SAW. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Utsman bin Affan, dia berkata : “ Mengenai kamilah ayat,orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi ini susunkan kami diusir dari kampung halaman kami sendiri tanpa alasan yang benar, kecuali karna kami mengatakan bahwa Tuhan kami adalah Allah, kemudian kami diteguhkan di bumi, lalu kami mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, kepunyaan Allah kemudahan segala perkara. Jadi ayat ini diturunkan berkenan dengan aku dan para sahabatku.
Ash-Shahab bin Suwadah al Kindi berkata, “Aku mendengar Umar Bin Abdul Aziz berkhutbah. Dia membaca ayat “Orang-orang yang kami teguhkan kedudukan mereka dibumi, kemudian berkata.” Ketahuilah, ayat ini bukan hanya ditujukan kepada pemimpin semata, namun ditujukan kepada pemimpin dan rakyatnya. Ketahuilah, aku akan memberitahukan kepadamu kewajiban pemimpin kepada rakyatnya dan kewajiban rakyat kepada pemimpinnya. Sesungguhnya yang mejadi hak kamu dan kewajiban pemimpin ialah memperlakukan amu dengan ketentuan Allah yang telah diwajibkan atasmu, memperlakukan sebagian kamu karena sebagian yang lain dengan ketentuan Allah dan menunjukkan kamu kepada jalan yang lurus sesuai dengan kemampuan pemimpin. Adapun kewajiban kamu adalah mentaati pemimpin tanpa terpaksa dan tidak bertentangan antara ketaatan perkataan dan perbuatan dengan ketaatan hati. Zaid bin Aslam berkata, “ Dan kepada Alah lah kembali segala urusan berarti pada sisi Allah lah pahala atas apa yang telah mereka lakukan.[6]

2.2.3 Al-Qur’an Surah Al-Hadid Ayat 25
            Tidak hanya surah Al-Imron dan Al-Hajj saja yang menjadi dasar dari suatu kesatuan atau persatuan. Dalam hal ini terdapat pula dasar suatu kesatuan atau persatuan yang ada di dalam Al-Qur’an surah Al-Hadid Ayat 25, yang menjelaskan,
لَقدْ أَرْ سَلْنَا رَسُلَنَا بِالْبَيْنَتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمْ اَلْكِتبَ وَاَلْمِيْزَانَ لِيَقُو مَ اَلْنَّاسُ بِالْقِسْطِ , وَأَنْزَلْنَا أَلْحَدِ يدَ فِيهِ بَأْ سٌ شَدِ يدٌ وَمَنَفِعُ ِللنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ألله مِنِ يَنصُرُ هُ , وَرَسُلَهُ , بِألْغَيْبِ, إِنَّ اللهَ قَوِ ئٌّ عَزِيْزٌ
Artinya: “Sesunguhguhnya telah kami utus akan rasul-rasul kami dengan penjelasan dan kami turunkan beserta mereka itu kitab dan pertimbangan, supaya berdirilah manusia dengan keadilan. Dan turunkan besi, didalamnya ada kekuatan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, dan supaya dibuktikan Allah barangsiapa yang menolongnya dan Rasul-rasuNya, dengan cara sembunyi. Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Kuat, Maha Perkasa.”
Ø  Tafsir Surah Al-Hadid Ayat 25
“Sesunguhguhnya telah kami utus akan rasul-rasul kami dengan penjelasan dan kami turunkan beserta mereka itu kitab dan pertimbangan, supaya berdirilah manusia dengan keadilan.” Ayat ini telah memberikan keterangan yang jelas tentang kedatangan Rasul-rasul atau utusan Tuhan ke dunia ini. kedatangan beliau ke dunia di utus Tuhan untuk membawakan penjelasan bagi manusia untuk keselamatan hidup mereka didunia dan akhirat. Setelah Tuhan menurunkan kitab kepada Rasul-rasul itu, Tuhan pun sekaligus menurunkan kepada mereka al-Miizan, yaitu alat penimbang. Sebab sesudah itu nyata sekali Tuhan bersabda “Supaya berdirilah manusia dengan keadilan” jangan berbuat sewenang-wenang saja dalam menjatuhkan hukum. “Dan turunkan besi, didalamnya ada kekuatan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,”
Di dalam simpulan ayat ini kita sudah dapat memahamkan bahwa pada hakekatnya, datangnya Rasul-rasul diutus Tuhan, selain diberi wahyu dengan kitab-kitab suci, mereka juga diberi kewajiban memberikan pertimbangan. Tegasnya kebijaksanaan dalam memimpin umatnya. Sesudah itu timbangan untuk menegakkan keadilan bahkan juga di beri besi. Dalam ayat ditegaskan kegunaan besi itu. Pertama karena di dalamnya ada persenjataan. maka dapat difahamkan bahkwa kedatangan Rasul-rasul itu bukan saja hendak mengejar-ngejar orang untuk tunduk kepada Tuhan, twtapi wajib patuh dan tunduk. Besi adalah untuk menguatkan hukum. Selain jadi senjata ada banyak pula manfaat yang lain.
Sebab itu dengan tegas pula dalam ayat ini dijelaskan bahwa suatu agama mestilah disokong dengan kekuasaan atau pemerintahan.”dan supaya dibuktikan Allah barangsiapa yang menolongnya dan Rasul-rasuNya, dengan cara sembunyi.”. Cara sembunyi itu ditafsirkan oleh Ibnu Abas ialah dengan hati yang ikhlas, tidak usah gembar-gembur. Disebut di ujung ayat ini bahwa orang yang hendak membela tegaknya agama Allah, kadang-kadang terpaksa dengan sembunyi-sembunyi, dengan ghaib, karena hebatnya tantangan dari pihak musuh. Tetapi Allah tetap dalam kesabaran dan kekuatannya “Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Kuat, Maha Perkasa”. [7]


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Persatuan dalam bahasa arabnya di sebut dengan kata ittihad, berarti ikatan. Sedang menurut istilah di artikan sebagai bentuk kecenderungan manusia yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan melakukan pengelompokan sesama manusia menurut ikatan tertentu untuk mencapai tujuan. Jadi konsep persatuan adalah menghimpun hal-hal yang terserak  menjadi satu atau membentuk sebuah unit yang masing-masing sebuah anggotanya saling menguatkan. Kesatuan diibaratkan seperti sapu lidi yang memiliki kekuatan dan tidak tercerai berai. Atau ibaratnya seperti genggaman tangan yang kokoh.
Dalam Pendekatan tafsir dalil nash Kesatuan/ Persatuan termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang terkandung dalam agama ini. Al Qur`an dan Rasulullah senantiasa menyerukannya. Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, dan kebangsaan semuanya diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Hal ini juga didasarkan atau diperkuat oleh surah yang ada di dalam Al-Qur’an, yakni surah Al-Imron ayat 103, Al-Hajj ayat 41 dan surah Al-Hadid ayat 25.





Daftar Pustaka
1.      Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi, Juz XVII,  (Semarang: Toha Putra, 1993)
2.      Ar-Rifa’i, Muhammad Najib. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3
3.      Shihab, M.Quraisy, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
4.      Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982)
5.      Terjemah dari Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4


[1] Terjemah dari Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/ Hal 159.
[2] Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi, Juz XVII, (Semarang: Toha Putra, 1993)  Hal 109
[3] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) hal 177
[4] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar……. Hlm, 179

[5] M.Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Hlm 213

[6] Ar-Rifa’i, Muhammad Najib. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3 Hal 89

[7] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) Hal 302

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stratifikasi Sosial

 Latar Belakang Masyarakat dengan segala aspek yang mencakup di dalamnya merupakan suatu objek kajian yang menarik untuk diteliti. Begitu...