Jumat, 23 Maret 2018

Hubungan Peradilan Dengan Proses Penetapan Hukum di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan. Hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana. Proses penyelesaian perkara pidana tujuannya ialah agar pelanggar peraturan hukum atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya.
Dalam hidup, masing-masing orang kadang memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Adakalanya kepentingan mereka saling bertentangan, yang kadang menimbulkan sengketa, untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah hukum yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Sehingga kepentingan anggota masyarakat lainya akan terjaga dan terlindungi, apabila kaidah hukum itu dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan diberikan sanksi atau hukuman. Yang dimaksud dengan kepentingan disini adalah hak-hak dan kewajiban perdata yang diatur dalam hukum perdata materiil atau lazim disebut sebagai hukum acara perdata.
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Sedangkan pengertian Hukum Acara Perdata menurut para ahli, yaitu  menurut Sudikno Mertokusumo “Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim”.
Dengan demikian kedudukan hukum acara perdata amat penting, karena adanya hukum acara perdata, masyarakat merasa adanya kepastian hukum bahwa setiap orang berhak mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya dan setiap orang yang melakukan pelangaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian pada orang lain dapat dituntut melalui pengadilan Hukum acara perdata juga berfungsi untuk menegakan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya ketentuan hukum materiil dalam praktik melalui perantaraan peradilan  selain itu hukum acara perdata  yang berlaku saat ini sifatnya luwes, terbuka dan sederhana (tidak formalistis). Para hakim mendapat kesempatan yang seluas-luasnya  untuk mempergunakan hukum yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Proses Penetapan Hukum dalam Peradilan Tindak Pidana di Indonesia?
2.      Bagaimana Proses Penetapan Hukum dalam Peradilan Tindak Perdata di Indonesia?
3.      Persamaan Sistem Peradilan Tindak Pidana dan Perdata dalam Penerapan Hukum di Indonesia?



BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Proses Penetapan Hukum dalam Peradilan Tindak Pidana di Indonesia
Tindakan pidana atau kejahatan yang dimaksud dapat berupa perampasan kemerdekaan atau hak seseorang, pengambilan paksa harta benda, dan tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang (pembunuhan). Tujuan dari sistem peradilan ini, yaitu mencegah masyarakat menjadi korban tindak pidana atau kejahatan dan agar pelaku tindak pidana / kejahatan tidak mengulangi perbuatan yang dilakukannya.  Sistem peradilan juga memungkinkan pencegahan terhadap bahaya akibat jika tidak adanya keadilan dalam masyarakat. Sistem Peradilan Pidana di dunia pada prinsipnya memegang teguh doktrin legal audit, yaitu :
Ø  Sesorang belum dianggap bersalah (masih tersangka) sebelum ada penetapan kesalahan. Sementara penetapan kesalahan harus dapat dilakukan sesuai prosedur dan dilakukan oleh pihak-pihak yang berwewenang.
Ø  Seseorang tidak dianggap bersalah meskipun bukti-bukti ada dan memberatkan apabila perlindungan hukum tidak ada dan pengadilan bersifat memihak.
Selain hal di atas, Peradilan Pidana di Indonesia memberlakukan aturan bahwa semua warga negara berhak dan sama kedudukannya dalam hukum (UUD 1945). Proses Sistem Peradilan Pidana  di Indonesia  sebagai berikut:
2.1.1        Hubungan antara Kepolisian dan Kejaksaan.
Tahap penyelidikan oleh Kepolisian. Proses penyelidikan dapat dilakukan oleh lembaga penegak hukum dalam hal ini kepolisian apabila ada laporan dan pengaduan kejahatan atau seseorang tertangkap oleh polisi. Selanjutnya baru dilakukan proses-proses lanjutan seperti pemeriksaan tersangka, penangkapan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaaan tempat kejadian perkara (TKP), dan lain-lain. Penyelidikan tersebut kemudian dijadikan Berkas Perkara (BP) yang diserahkan kepada Penuntut Umum. Kepolisian dan Kejaksaan merupakan dua instansi penegak hukum yang memiliki hubungan fungsional sangat erat. KUHAP telah mengatur dan menentukan hubungan penyidikan dan penuntutan, dalam beberapa aspek yakni :
1.      Pemberitahun telah dimulainya Penyidikan kepada Penuntut Umum (Pasal 109 ayat 1);
2.      Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (Pasal 109 ayat 2), sebaliknya dalam hal Penuntut Umum menghentikan penuntutan, ia memberikan Surat Ketetapan kepada Penyidik ( Pasal 140 ayat 2 huruf c );
3.      Penuntut Umum memberikan perpanjangan penahanan atas permintaan penyidik ( Pasal 14 huruf c, Pasal 24 ayat 2 );
4.      Kegiatan Prapenuntutan (Pasal 14, Pasal 110 ayat (3) dan (4), Pasal 138 KUHAP).
5.      Penuntut Umum memberikan turunan surat pelimpahan perkara, surat dakwaan kepada penyidik ( Pasal 143 ayat 4 ), demikian pula dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia memberikan turunan perubahan surat dakwaan itu kepada penyidik ( Pasal 144 ayat 3 );
6.      Dalam acara pemeriksaan cepat, penyidik atas kuasa Penuntut Umum ( demi hukum ), melimpahkan berkas perkara dan menghadapkan terdakwa, saksi/ahli, juru bahasa dan barang bukti pada sidang pengadilan ( Pasal 205 ayat 2 ).

2.1.2        Hubungan Kejaksaan, Pengadilan dan Penasehat Hukum.
Proses selanjutnya setelah berkas perkara dinyatakan lengkap dan dapat dilimpahkan ke pengadilan adalah melakukan pemeriksaan dan mengadili terdakwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang didakwakan. Dalam proses ini melibatkan Jaksa Penuntut Umum (Kejaksaan), Hakim (Lembaga Pengadilan) dan Penasehat hukum. Bagaimana badan peradilan berdasarkan KUHAP menyelenggarakan proses peradilannya. KUHAP memiliki sepuluh asas sebagai berikut :
1.      Perlakuan yang sama di muka hukum;
2.      Praduga tidak bersalah;
3.      Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;
4.      Hak untuk memperoleh bantuan hukum;
5.      Hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan;
6.      Peradilan yang bebas, dan dilakukan dengan cepat dan sederhana;
7.      Peradilan yang terbuka untuk umum;
8.      Pelanggaran atas hak-hak warganegara (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus dilakukan berdasarkan undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis);
9.      Hak tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya;
10.  Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya.
Berdasarkan kesepuluh asas tersebut, maka dapat dikatakan bahwa KUHAP menganut “due process of law” (proses hukum yang adil atau layak). Suatu proses hukum yang adil pada intinya adalah hak seorang tersangka dan terdakwa untuk didengar pandangannya tentang bagaimana peristiwa kejahatan itu terjadi; dalam pemeriksaan terhadapnya dia berhak didampingi oleh penasihat hukum; diapun berhak mengajukan pembelaan, dan penuntut umum harus membuktikan kesalahannya di muka suatu pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak berpihak.
2.1.3        Hubungan Kejaksaan, Pengadilan dan Peran Lembaga Pemasyarakatan.
Penyelenggaraan peradilan pidana bermuara pada dikeluarkannya putusan oleh hakim pengadilan, putusan mana mencerminkan fakta-fakta yang muncul dipersidangan baik yang bersumber dari Penuntut Umum dan terdakwa bersama Penasehat Hukumnya yang tentunya harus disertai dengan alat-alat bukti pendukung yang cukup dan kuat, sehingga memberikan keyakinan kepada Hakim untuk menjatuhkan putusan pidananya. Undang-undang Nomor : 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 36 mengatur tentang putusan, pelaksanaan dan pengawasan putusan pengadilan
Saat ini peradilan pidana di Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan citranya dimasyarakat, sehingga peradilan pidana dapat dipercaya sebagai suatu sistem yang menjamin bekerjanya hukum sesuai dengan yang dicita-citakan. Oleh sebab itu bekerjanya sistem peradilan pidana harus selalu diupayakan melalui rencana dan program kerja pemerintah dibidang peradilan pidana yang bersifat terbuka dan transparan sebagai lawan dari sistem yang bersifat rahasia, samar dan tidak responsif. Sistem peradilan pidana yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat juga merupakan bagian dari konsep pemerintahan yang baik, yang pada gilirannya menjamin keberhasilan mayarakat yang berkelanjutan

2.2 Proses Penetapan Hukum dalam Peradilan Tindak Perdata di Indonesia
Sistem Peradilan Perdata adalah sistem atau organisasi pengadilan yang menegakkan hukum perdata yang dapat terjadi pada perorangan atau badan hukum. Contoh kasus yang dapat dikenai Hukum Perdata, yaitu sengketa kepemilikan tanah, sengketa antara badan hukum, sengketa perusahaan, dan lain-lain.  Termasuk dalam hukum perdata adalah hukum perkawinan, hukum perburuhan, hukum pertanahan, hukum perdagangan, dan sebagainya.  Dalam keseharian hukum ini terkadang disebut juga Hukum Sipil dan Hukum Privat. Sementara Hukum Perdata ini, bila dilihat dari fungsinya ada dua yaitu :
1.      Pertama merupakan hukum materil, yaitu hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban  Perdata semua warga negara dan melindungi semua kepentingannya.
2.      Kedua, hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan kepemilikan.  Misalnya, pada saat sengketa kepemilikan tanah.
Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih  berlaku adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang juga berpedoman kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hindia Belanda, seperti KUH Pidana.  hal ini berdasarkan UUD 1945 pasal 2 Peralihan.  Kitab Undang-Undang Hukum yang berpedoman kepada  KUH Perdata Hindia Belanda ini berlaku sampai terbentuknya KUHP yang baru. Beberapa jenis Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia ini juga masih bersifat plural.  Di mana masing-masih wilayah atau daerah Indonesia mempunyai hukum masing-masing. Contohnya hukum perkawinan dan hukum pembagian waris yang masih disesuaikan dengan adat istiadat yang berlaku. Namun secara umum tetap diakui secara nasional.  Misalkan pernikahan dalam agama tertentu sudah sah apabila ada wali dan saksi, namun tetap harus didaftarkan di Catatan Sipil berupa Akta Nikah. Sistem Peradilan Perdata di Indonesia juga mempunyai landasan hukum persamaan kedudukan warga negara  Yaitu, semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum. Tahapan proses sistem Peradilan Perdata di Indonesia, yaitu :
1.      Pendaftaran gugatan ke panitera pengadilan di wilayah pengadilan yang ingin dituju, di sini, gugatan akan mendapat nomor perkara dan kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
2.      Pengajuan gugatan di tempat yang tepat agar perkara bisa segera diajukan ke pengadilan.  Tempat perkara yang dimaksud adalah, tempat perkara yang digugat.  Contohnya persengketaan tanah, berarti tempat perkaranya sesuai dengan wilayah administratif tanah yang di sengketakan berada.
3.      Persiapan sidang. Saat persiapan sidang Hakim menentukan waktu sidang yang harus dihadiri Penggugat. Apabila Penggugat tidak hadir, maka perkara dianggap batal.
4.      Persidangan. Persidangan Perdata membahas identitas Penggugat dan Tergugat, penyerahan jawaban dari kedua belah pihak, penyerahan tanggapan kedua pihak, pembuktian, kesimpulan, dan keputusan Hakim.
2.3 Persamaan Sistem Peradilan Tindak Pidana dan Perdata dalam Penerapan Hukum di Indonesia
Secara umum fungsi lembaga Peradilan Pidana dan Perdata hampir sama, yaitu :
1.       Menghasilkan data statistik hukum pidana (berapa tingkat kejahatan) dan perdata yang terpusat melalui Polisi dan Pengadilan Negeri. Data statistik ini nantinya akan berguna untuk menyusun rencana pencegahan kejahatan dan penanggulangannya bagi Polisi.  Selain itu, data ini juga berguna untuk mengetahui tingkat kejahatan yang terjadi pada suatu wilayah.  Sedangkan data statistik pada Pengadilan Negeri bermanfaat untuk menyusun langkah atau usulan peraturan mengenai lembaga atau badan hukum.
2.       Mengetahui kelancaran sistem yang berlaku mulai dari Polisi sampai Hakim dan mulai dari Panitera Pengadilan Negeri sampai Hakim.
3.       Sistem Peradilan Pidana dan Perdata yang baik akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada semua warga Negara Indonesia



BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Proses Penetapan Hukum dalam Peradilan di Indonesia adalah dengan menggunakan peradilan Tindak Pidana dan peradilan tindak Perdata untuk mencapai suatu keadilan bagi masyarakatnya khususnya di Indonesia. Tindakan pidana atau kejahatan yang dimaksud dapat berupa perampasan kemerdekaan atau hak seseorang, pengambilan paksa harta benda, dan tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang (pembunuhan). Tujuan dari sistem peradilan ini, yaitu mencegah masyarakat menjadi korban tindak pidana atau kejahatan dan agar pelaku tindak pidana / kejahatan tidak mengulangi perbuatan yang dilakukannya, adapun cara peradilannya sudah di tetapkan di KUHP yaitu dimulai dengan penyelidikan oleh pihak Jaks dan Kepolisian.
Sistem Peradilan Perdata adalah sistem atau organisasi pengadilan yang menegakkan hukum perdata yang dapat terjadi pada perorangan atau badan hukum. Contoh kasus yang dapat dikenai Hukum Perdata, yaitu sengketa kepemilikan tanah, sengketa antara badan hukum, sengketa perusahaan, dan lain-lain. Tahapan proses sistem Peradilan Perdata di Indonesia Yaitu :
1.      Pendaftaran gugatan ke panitera pengadilan
2.      Pengajuan gugatan
3.      Persiapan persidangan
4.      persidangan



DAFTAR PUSTAKA
1.      Dirdjosisworo Soedjono, Sistem Peradilan pidana Dalam Prespektif Perbandingan Hukum, (Jakarta: C.V Rajawali, cetakan pertama, Juni 1984)
2.      KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Pelaksanaannya), Permata Prees

3.      Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stratifikasi Sosial

 Latar Belakang Masyarakat dengan segala aspek yang mencakup di dalamnya merupakan suatu objek kajian yang menarik untuk diteliti. Begitu...