Kamis, 12 April 2018

Stratifikasi Sosial

 Latar Belakang
Masyarakat dengan segala aspek yang mencakup di dalamnya merupakan suatu objek kajian yang menarik untuk diteliti. Begitu pula dengan sesuatu yang dihargai oleh masyarakat tersebut. Dengan kata lain, sesuatu yang dihargai dalam sebuah komunitas masyarakat akan menciptakan pamisahan lapisan atau kedudukan seseorang tersebut di dalam masyarakat. Pada kajian yang dibahas dalam makalah ini, yaitu stratifikasi sosial yang terjadi antara masyarakat kuno dan modern, kita akan dapat menemukan perbedaan yang terjadi di dalamnya, menarik sebuah kesimpulan yang terjadi akibat stratifikasi sosial.
Secara umum dapat kita pahami bahwa stratifikasi sosial yang terjadi pada zaman kuno dan modern adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.  Membutuhkan sebuah kajian yang berguna untuk menindak lanjuti dampak-dampak yang berasal dari stratifikasi sosial dalam masyarakat.   Mengambil pembahasan tentang stratifikasi sosial karena sudah di tentukan dari awal oleh guru bidang studinya.

Stratifikasi Sosial
A.  Konsep Dasar Stratifikasi Sosial
Ø  Pengertian mengenai stratifikasi social
            Stratifikasi merupakan hasil kebiasaan hubungan antarmanusia secara teratur dan tersusun, sehingga setiap orang mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang lain secara vertical maupun mendatar dalam masyarakatnya. Stratifikasi sosial adalah pengelompokan anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial secara bertingkat. Atau definisi stratifikasi sosial yaitu merupakan suatu pengelompokan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya. Stratifikasi sosial atau disebut juga dengan pelapisan sosial telah dikenal saat manusia menjalankan kehidupan. Terbentuknya stratifikasi sosial yaitu dari hasil kebiasaan manusia seperti berkomunikasi, berhubungan atau bersosialisasi satu sama lain secara teratur maupun tersusun, baik itu secara individual maupun berkelompok. Tapi apapun wujudnya dalam kehidupan bersama sangat memerlukan penataan serta organisasi, dalam rangka penataan pada kehidupan inilah yang pada akhirnya akan terbentuk sedikit-demi sedikit stratifikasi sosial.
Ø  Terjadinya stratifikasi social
            Terjadinya stratifikasi social yaitu bermula dari peranan dalam masyarakat luas yang ditinjau dari situasi, situasi sendiri mempunyai 2 segi yaitu segi subyektif dan obyektif. Subyektif disini mempunyai arti penilaian pribadi, sesuai interprestasi dan konsep pribadi. Sedangkan obyektif ialah penilaian oleh masyarakat yang ditentukan oleh factor kebudayaannya.
Ø  Unsur-unsur dalam stratifikasi Sosial
Unsur-unsur yang mewujudkan sistem lapisan masyarakat dalam teori sosiologi adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku pada lapisan, dan mempunyai arti ayang penting dalam sistem sosial.
·         Kedudukan (status)
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam kelompok sosial. Kedudukan sosial, artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakat berkaitan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasi, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam pola tertentu. Sesorang dapat mempunyai kedudukan karena ia ikut dalam berbagai pola kehidupan. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu :
1.Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran.
2.Achived-status adalah kedudukan yang telah dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung pada masing-masing seseorang dalam mengejar dan mencapai tujuannya.
·         Peranan Sosial (role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, ia dianggap telah menjalakan suatu peranan. Pentingnya peranan adalah karena ia telah mengatur perilaku seseorang. Orang yang bersangkutan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peranan yang melakat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat orang tersebut dalam organisasi. Peranan lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang mendudukui suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
B.     Bentuk-bentuk stratifikasi sosial :
a. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat.
Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan criteria ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda-benda. Kelaskelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah.
Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah satu     contoh stratifikasi sosial berdasarkan factor ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.
b. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial
Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian umumnya terdapat dalam masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat rasial
1.   Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal
              Masyarakat feodal merupakan masyarakat pada situasi praindustri, yang menurut sejarahnya merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yan diperintah, dan interaksinya sangat terbatas. Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah perpecahan antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi social sebagai berikut.
a) Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.
b) Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan.
c) Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.
2.      Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta
              Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati, dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, vaisya, dan sudra. Kasta brahmana adalah kasta yang terdiri atas para pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi. Ksatria merupakan kasta yang terdiri atas para bangsawan dan tentara, serta dipandang sebagai kelas kedua. Vaisya merupakan kasta yang terdiri atas para pedagang, dan dipandang sebagai lapisan ketiga. Sedangkan sudra merupakan kasta yang terdiri atas orangorang biasa (rakyat jelata). Di samping itu terdapat orangorang yang tidak berkasta atau tidak termasuk ke dalam varna. Mereka itu adalah golongan paria.
3.      Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial
              Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid. Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras kulit hitam yang mayoritas.
c. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing-masing. Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat. Meskipun perubahan yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya.
Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada masyarakat. Batas yang tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada, dan batas-batas itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.
d. Stratifikasi sosial berdasarkan sistem nilai yang berlaku dan berkembang
Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Orang yang bekerja di kantor diangap lebih tinggi statusnya dari pada orang yang bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Pengolahan msayarakat didasarkan pada mata pencarian atau pekerjan adalah sebagai berikut :
Ø  Elite, yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
Ø  Profesional, orang yang berijazah atau orang yang bergelar kesarjanaan atau orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
Ø  Semiprofesional, yaitu para pegawai kantor, pedagang, teknis berpendidikan menengah dan sebagainya.
Ø  Tenaga terampil, yaitu orang-orang mempunyai keterampilan teknik mekanik, seperti pemotong rambut, pekerja pabrik, sekretaris dan stenogrfer.
Ø  Tenaga tidak terdidik, pembantu rumah tangga dan tukang kebun.
e. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria pendidikan
Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi, kecerdasan dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya pendidikan berpengaruh pada jenjang kelas sosial.
f. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria budaya suku dan bangsa
Pada dasarnya, setiap suku bangsa pasti memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda. Misalnya pada suku Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah.
  1. Faktor-faktor Pembentuk Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial pada masyarakat sederhana akan berbeda dengan stratifikasi sosial pada masyarakat modern. Stratifikasi pada masyarakat sederhana, pelampiasan yang terbentuk masih sedikit dan terbatas perbedaannya. Adapun pada masyarakat modern, stratifikasi sosial yang terbentuk semakin kompleks dan semakin banyak. Ada dua tipe stratifikasi sosial dalam masyarakat menurut terbentuknya, yaitu :
1)      Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Dendirinya dalam Proses Pertumbuhan Masyarakat
Faktor-faktor terbentuknya pelapiasan sosial yang terjadi dengan sendirinya, seperti kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian di dalam kerabat pimpinan masyarakat serta pemilikan harta antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain mempunyai alasan yang berbeda-beda sebagai bentuk pelapiasan sosial.
2)      Stratifikasi Sosial yang Sengaja disusun untuk Mengejar suatu Tujuan Bersama
Stratifikasi sosial yang sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan tentu berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi formal. Misalnya pemerintahan, badan usaha, partai politik dan angkatan bersenjata. Pada strtifikasi sosial jenis ini, kekuasaan dan wewenang merupakan unsur khusu dalam strtifikasi sosial.
  1. Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
1.      Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota [[masyarakat]] ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja,serta kemampuannya dalam berbagi kepada sesama.
2.      Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang [[kaya]] dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3.      Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada [[masyarakat tradisional]], biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada [[masyarakat]], para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
4.      Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
5.      Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturan berdasarkan golongan kebangsaan atau kehormatan. Contoh gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden di masyarakat Jawa dan Tengku di masyarakat Aceh. Semua gfelar ini diperoleh berdasarkan kelahiran atau keturunan. Apabila seseorang berasal dari keluarga bangsawan secara otomatis ia menepati lapisan atas berdasarkan keturunanya.
  1. Beberapa Fungsi Stratifikasi Sosial
      Berikut di bawah ini beberapa fungsi dari staratifikasi sosial, yang diantaranya seperti berikut ini:
·         Sebagai suatu alat untuk penditribusian hak dan kewajiaban, misalnya seperti: menentukan kedudukan, jabatan, penghasilan seseorang dan lain-lain.
·         Untuk mempersatukan dengan pola menkoordinasikan pada bagian-bagian yang terdapat pada struktur sosial yang gunanya untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan sebelumnya.
·         Sebagai penempatan individu atau seseorang pada strata (lapisan) tertentu dalam struktur sosial.
·         Sebagai penentu tingkatan mudah atau tidaknnya bertukar status atau kedudukan dalam struktur sosial.
·         Untuk memecahkan berbagai macam permasalahan yang ada dalam masyarakat.
·         Dan untuk mendorong masyarakat supaya bergerak sesuai fungsinya.
  1. Dampak, Pengaruh dan Analisis dari Stratifikasi Sosial
            1. Dampak Stratifikasi Sosial
Perbedaan stratifikasi sosial memberikan dampak dalam cara menyapa, bahasa dan gaya bicara. Orang kaya kepada miskin atau orang berkuasa kepada orang bawahan akan berbeda cara bicaranya. Begitupula penyebutan gelar, pangkat atau jabatan memberikan petunjuk mengenai status seseorang dalam masyarakat. Selainkan menimbulkan dampak tertentu, stratifikasi sosial juga diperlukan dalam suatu masyarakat. Melalui stratifikasi sosial, setiap masyarakat harus menempatkan individu pada tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai akibat penempatan tersebut. Dengan demikan masyarakat menghadapi dua permasalahan, yaitu menempatkan individu tersebut dan mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya.
2.      Pengaruh
Setiap bentuk stratifikasi dalam masyarakat pasti mempunyai konsekuensi tertentu, berikut adalah konsekuensinya :
a.       Timbulnya kelas social
Kelompok social atas akan mengembangkan pola-pola tertentu dan sangat membatasi anggotanya agar berbeda dari kelompok lainnya. Sebaliknya, kelompok yang ada dibawah berusaha meniru kelompok social yang diatasnya. Kelompok yang diatas adalah kelompok yang mempunyai kekuatan ekonomi, yaitu kelompok orang kaya. Mereka mengukur segala sesuatu dengan uang, praktise atau gengsi menjadi bagian dalam hidupnya. Mereka ingin menjadi kelompok yang dipandang tinggi sehingga tidak segan menghamburkan uang demi menjaga gengsinya tersebut.
b.      Kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial merupakan perbedaan jarak antara kelompok atas dengan kelompok bawah. Tentu saja, kesenjangan sosial lebih didominasi oleh perbedaan tingkat ekonomi. Kelompok atas yang kaya, dengan kekayaannya akan kuat untuk bertahan hidup dan sebaliknya untuk kelompok yang bawah yang akan semakin terpinggirkan.
c.       Polarisasi Power
Polarisasi berarti pembagian suatu unsur menjadi dua bagian yang berlawanan, sedangkan power, diartikan sebagai kekuatan. Jadi secara bebas polarisasi power dapat didefinisikan sebagai pembagi kekuatan. Dalam hal ini, masyarakat menjadi dua kelas, yaitu kelas atas dan kelas bawah tidak lagi didasarkan hanya pada kehormatan, tetapi lebih pada unsur kepentingan dan kekuatan dari dua kelompok masyarakat tersebut yang saling berlawanan.

Ø  Analisis Mengenai stratifikasi sosial
Stratifikasi social merupakan masalah yang pelik dalam hubungan sosialisasi masyarakat. Stratifikasi social sering menimbulkan konflik sosial. Staratifikasi sosial ini memberikan fasilatas hidup tertentu dan membentuk gaya hidup bagi masing-masing anggotanya. Stratifikasi sosial ini sering ditemukan didalam masyarakat selama dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai, mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan ilmu pengetahuan, kesalehan agama, atau keturunan yang terhormat.
Pengaruh atau dampak stratifikasi sosial pada kehidupan masyarakat sangat besar dan berpengaruh. Hal ini dikarenakan kelas sosial yang ada akan menyediakan masyarakat dengan hal-hal yang mereka butuhkan. Adapun dampak stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat adalah :
A.    Eklusivitas
Eklusivitas dapat berupa gaya hidup, perilaku dan kebiasaan mereka yang sering berbeda antara satu lapisan dengan lapisan yang lain. Eklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan antara kelas sosial tertentu, orang yang berada pada lapisan atas enggan bergaul dengan kelas sosial bawahnya atau membatasi diri hanya ingin bergaul dengan kelas yang sama.
B.     Etnosentrisme
Etnosentrisme dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiri. Etnosentrisme dapat terjadi dalam stratifikasi sosial yang ada pada masyarakat. Mereka yang berada di kelas atas akan menganggap dirinya sebagai kelompok yang paling baik dan menganggap rendah serta kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi sosial kelas bawah.

C.     Konflik Sosial
Perbedan yang ada pada kelas sosial dapat menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial. Jika kesenjangan karena perbedaan tersebut tajam, terjadinya konflik antar kelas sosial satu dengan kelas sosial yang lain semakin tajam pula.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Prof. Dr. H. Tajul Arifin, M.A, Pengantar Sosiologi, Pustaka 2015. Hlm.140
2.      Dr. Phil. Astrid S. Susanto,  Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Binacipta 1985. Hlm.
3.      http//kuswan.wordpress.com/ dampak-stratifikasi-sosial-dalam-kehidupan-masyarakat/2011/12/19/
6.      JBAF Mayor Polak, Sosiologi, Suatu Pengantar Ringkas, Catatan kelima, Jakarta: Balai Buku Ikhtiar, 1966. Hlm. 198

Perkembangan Studi Islam Barat, Timur dan Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Perkembangan Studi Islam tidak dapat dipisahkan dari studi-studi lembaga dan kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Dalam pembahasan ini kami akan membahas wilayah besar yan mempunyai perkembangan Studi Islam di dunia barat, timur dan Indonesia. Dilihat dari segi kelembagaan, perkembangan studi Islam bermula dari dari sorogan dan halaqah di rumah-rumah para ‘alim ke system kuttab yang kemudian ke beralih ke Masjid.
Sejarah Islam merupakan bidang studi Islam yang banyak menarik perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana muslim maupun non muslim. Karena dari penelitian itu banyak manfaat yang dapat dapat diperoleh dari penelitian tersebut.Sementara itu, bagi para peneliti barat mempelajari sejarah Islam selain ditujukan untuk pengembangan ilmu, juga terkadang dimaksudkan untuk mencari kelemahan dan kekuatan umat Islam agar dapat dijajah dsb.

Disadari atau tidak, selama ini informasi mengenai sejarah Islam banyak berasal dari hasil penelitian sarjana barat. Hal ini terjadi karena selain masyarakat barat memiliki etos keilmuan yang tinggi, juga didukung oleh dana dan kemauan politik yang kuat dari para pemimpinnya. Sedangkan para peneliti muslim tampak disamping etos keilmuannya rendah, juga belum didukung oleh keahlian di bidang penelitian yang memadai, serta dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.

                                                                                               

1.2 Rumusan Masalah

1.      Aapa yang dimaksdu dengan pengertian Studi Islam?
2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan studi Islam di dunia Barat?
3.      Bagaimana sejarah dan  perkembangan studi Islam di dunia Timur?
4.      Bagaimana sejarah dan  perkembangan studi Islam di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Pembahasan

Ada banyak manfaat yang baik dari pembuatan makalah ini, beberapa diantaranya adalah : menuangkan kreatifitas mahasiswa dalam menuangkan gagasan pemikirannya (ide-idenya) tentang suatau kajian atau topic yang sudah dipelajari dan sudah didalami. Adapun tujuan bagi penulis makalah ini di susun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah Pengantar Studi Islam. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa digunakan untuk penambahan wawasan yang lebih bagi mahasiswa. Kemudian untuk pembaca diharapkan lebih memahami arti penting dari pendekatan normatif dalam studi Islam dan juga diharapkan agar realisi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan yang semakin baik. Tidak hanya itu diharapkan juga agar pembaca lebih bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam konteks pembahasan yang insyaallah sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
PEMBAHASAN

A.                PENGERTIAN STUDI ISLAM
             Studi Islam atau Dirosah Islamiyah (barat dikenal dengan istilah Islamic Studies), secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam.Dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan tentang Studi Islam (agama). Jika dilihat dari sisi Normativitas, kurang pas rasanya untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, karena normativitas studi Islam agaknya terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat subyektif, dan apologis, yang menyebabkan kadar muatan analisis, kritis, metodologis, histories, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan. Sedangkan bila dilihat dari sisi Historisitas, tampaknya tidaklah salah . Inilah Islam kalau dilihat secara historisitas yakni Islam dalam arti yang dipraktikkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni ilmu keislaman atau Islam Studies.

B.                 SEJARAH DAN PERTUMBUHAN STUDI ISLAM DI DUNIA
            Pada zaman awal kelahiran islam,nabi dan para sahabatnya menjadikan masjid sebagai tempat untuk mempelajari islam,kemudian masjid ini berkembang menjadi pusat studi islam. Mahmud Yunus yang dikutip oleh Atang Abdul Hakim dan Jaih Muabarok menjelaskan bahwa pusa-pusat studi islam klasik adalah mekah dan madinah(Hijaz),basrah dan kufah(irak), damaskus dan palestina(Syam), dan fistat(Mesir), dan lain lain.
            Pada zaman kejayaan islam,studi islam dilakukan di perpustakaan ibu kota negara baghdad pada zaman Al-Makmum(813-833) putra Harun Ar-Rasyid di istana Dinasti Bani Abbas didirikan Bait Al-Hikmah, yang dipelopori oleh khalifah, sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan wajah ganda sebagai perpustakaan serta sebagai lembaga pendidikan(sekolah). Di samping itu penerjemah karya-karya yunani kuno ke dalam bahasa arab dilakukan untuk melakukan aselerasi pengembangan ilmu pengetahuan.
            Di samping itu di eropa terdapat pusat kebudayaan yang merupakan tandingan baghdad yaitu Universitas Cordoba yang didirikan oleh Abdurrahman III(929-961 M) dari dinasti umayyah di spanyol. Di timur islam baghdad Madrasah Nizhamiyah didirikan oleh perdana menteri Nizham Al-Mulk dan di kairo Mesir Universitas Al-Azhar didirikan oleh dinasti Fatimiah dari kalangan syia’h. Dengan demikian pusat-pusat kebudayaan yang juga merupakan pusat studi islam pada zaman kejayaan islam adalah baghdad,mesir,dan spanyol.
C.                PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI DUNIA BARAT

1.      Sejarah Perkembangan Islam Di Negara Barat
Kemajuan peradaban barat dimulai pada Periode Pertengahan (1250-1800 M), yang mana peradaban islam pada periode ini mengalami stagnasi. Sedangkan peradaban barat mengalami perkembangan yang sangat pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi sampai sekarang ini. Sebenarnya perkembangan tersebut banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan islam.Sebagaimana kita ketahui bahwa Andalusia (Spanyol) pada massa pemerintahan Bani Abbasiyah adalah merupakan salah satu tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban islam baik dalam bentuk hubungan politik,sosial,maupun perekonomian dan peradaban antar negara.
Salah satu contoh yang kami ambil adalah pemikiran Ibnu Rusyd yang melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berfikir. 
Dari pemikiran Ibnu Rusyd inilah yang menarik minat orang-orang barat untuk belajar. Diantara pemuda Kristen Eropa yang belajar di Universitas-Universitas Islam di Andalusia,seperti Universitas Codova(pendirinya abd Al Rahman III), Seville, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama mereka belajar di lembaga-lembaga tersebut, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya para ilmuan muslim.Pusat kegiatan terjemahan itu berada di Toledo.Setelah mereka kembali ke negara masing-masing,mereka mendirikan Sekolah-sekolah dan Universitas. Universitas yang pertama mereka dirikan di Eropa pada tahun 1231 Masehi.
Jadi sudah jelaslah  bahwa latar belakang Berkembanganya Studi Islam di Dunia Barat adalah disebabkan para pelajar barat yang datang ke Jazirah Arabiyah untuk belajar. Disamping itu juga mereka telah berhasil menterjemahkan karya-karya ilmuan muslim kedalam bahasa latin.Gerakan ini pada akhirnya menimbulkan massa pencerahan dan revolusi industri yang menyebabkan Eropa maju.Dengan demikian Andalusia merupakan sumber-sumber cahaya bagi Eropa dan memberikan kepada benua itu manfaat dari ilmu dan budaya Islam selama hampir tiga abad.
2.      Perkembangan Studi Islam Di Dunia Barat
Kajian tentang keislaman di barat sudah ada sejak abad ke-19, yaitu ketika para sarjana barat mulai tertarik mempelajari dunia timur, khususnya dunia islam. Memang pada mulanya kajian islam di barat di pelopori oleh para ahli ketimuran(orientalis), bahkan kalau ditarik lebih jauh lagi ke belakang, sejarah perjumpaan barat-islam di mulai sejak abad ke-13, ketika sebuah universitas di prancis secara gencar mempelajari karya-karya islam. Universitas yang menjadi cikal-bakal Universitas Paris-sorbonne ini, secara intensif menkaji karya-karya para filosof muslim, seperti ibnu sina, al-farabi dan ibnu Rusyd. Bahkan pemikiran-pemikiran ibnu Rasyd sangat di gandrungi, sehingga mereka membentuk sebuah kelompok studi yang di sebut sebagai”Averoisme”
Studi tentang keislaman di  barat (yang dilakukan para orientalis) berangkat dari paradigma berfikir bahwa islam adalah agama yang bisa di teliti dari sudut mana saja dan dengan kebebasan yang sedemikan rupa. Tidak mengherankan kalau mereka begitu bebasnya menilai, mengkritik, bahkan melucuti ajaran-ajaran dasar islam yang bagi kaum tabu untuk di permasalahkan.
Studi yang mereka lakukan meliputi seluruh aspek ajaran islam, seperti sejarah, hukum, teologi, al-quran, hadis, tasawuf, bahasa, politik dan kebudayaan. Pemikiran di antara mereka ada yang mengkaji islam meliputi seluruh aspek tadi, ada juga hanya meneliti satu aspek saja. Sebagai contoh, David Power pernah meneliti sedalam-dalamnya ayat-ayat Al-Quran sehingga memunculkan kesimpulan Al-Quran tidak sempurna, antara lain karena tidak adil membagi waris antara laki-laki dan perempuan. Joseph sechacht pernah meneliti hadis sedemikian rupa sehingga pembaca bisa tergiring pada kesimpulan bahwa hadis tidak layak menjadi sumber hukum islam
Usaha mempelajari agama Islam tidak hanya terbatas pada kalangan umat muslim semata, namun dilakukan pula oleh orang-orang diluar kalangan islam. Orang-orang inilah yang disebut dengan istilah kaum “Orientalist”. Namun orientasi pembelajaran Islam oleh kedua kalangan ini tentunya berbeda. Studi Islam yang dilakukan oleh kalangan umat muslim bermaksud untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran islam yang kemudian dijadikan sebagai pegangan dan pedoman hidup (way of live). Sementara Studi Islam yang dilakukan oleh kalangan orientalist bermaksud untuk mempelajari seluk-beluk ajaran islam dan semata-mata menjadikannya sebagai Ilmu Pengetahuan. Hal ini yang membuat Islam lebih dikenal sebagai sains diduia barat (sains islam).
3.      Kecendrungan Baru Studi Islam Di Barat
Sejak dua dekade terahir ,ada kecendrungan baru dalam kajian islam di barat yang menarik untuk dikaji. Secara umum kajian islam di barat sebelum dekade 70-an diwaranai oleh sikap “curiga” yang tinggi terhadap islam. Ini terkihat dari karya-karya intelektual orientalis yang kebanyakan menyudutkan islam atau memperlihatkan warna anti-islam. Karya-karya orientalis semacam Goldzhier, Montgomery Watt, HAR Gibb, Richard Bell, Jeffery Arthur, dan lain lain memang terkesan negatif terhadap islam. Namun dua dekade terahir terlihat arus balik kecendrungan kajian islam di barat yang mulai ”melunak”.
Motivasi untuk mengkaji islam secara lebih “tanpa prasangka” dengan kalangan orientalis, terutama muncul dari keinginan universal akan pentingnya sikap dialogis di kalangan agama-agama besar di dunia. Kebutuhan saling memahami inilah yang kemudian menjadi acuan untuk membangun impian sebuah peradaban ideal yang penuh dengan perdamaian, kebersamaan, harmonis, sikap saling mempercayai yang di dasari atas nilai-niali spritulitas ”makro” kalangan agama-agama semitis. Perspektif teologi yang mereka gunakan sebagai mediator kajian analitis terhadap islam justru menambahkan semangat dan pemahaman baru akan urgensi menyatukan akar-akar tradisi ketuhanan sebagaimana telah di ajarkan oleh ibrahim, nenek moyang ketiga agama besar di dunia, yahudi, kristen, Islam.
4.      Pusat-Pusat Kajian Islam Di Barat
Studi islam di negar-negara barat di selenggarakan di beberapa negara,anatara lainsebgai berikut.
a)        Kanada
Kajian  keislaman di negara kanada pertama kali dilakukan di McGill University dengan tokoh utamanya Wilfred Cantwell Smith. Gagasan utama dibukanya kajian ini adalah banyaknya konflik yang ditimbulkan oleh isu agama. Hal ini menggugah smith untuk membuka pusat kajian agar para sarjana barat tahu secara benar tentang islam dan sekaligus untuk mengurangi kesalahpahaman di antara mereka. Pusat kajian ini berkembang menjadi departemen yang menjadi bagian dari McGill University. Bahkan,untuk lebih memperbanyak hasil-hasil penenlitian tentang islam ini, departemen ini mengundang para peneliti, profesor atau guru-guru besar dari berbagai Universitas.
b)        Amerika Serikat
Di amerika,studi-studi islam pada umumnya memang menekankan pada studi sejarah islam,bahasa islam selain bahasa arab,sastra dan ilmu-ilmu sosial,yang berada di pusat studi timur tengah atau timur dekat. Di chicago,kajian islam diselenggarakan di Chicago University.secara organisatoris,studi islam berada di bawah pusat studi timu tengah dan jurusan bahasa dan kebudayaan kajian tentang pemikiran islam,bahasa arab,naskah-naskah klasik,dan bahasa islam non arab.
c)        Inggris
Di inggris,studi islam di gabungkan dalam School of Oriental and african studies(Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika)yang memiliki berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan di asi dan di afrika.salah satu program studinya adalah Program MA tentang masyrakat dan budaya islam yang dapat di lanjutkan ke jenjang doktor.
d)       Belanda
Salah satu ilmuan di sana menyatakan bahwa studi islam di belanda sampai setelah Perang Dunia II,masih merupakan refleksi dari akar anggapan bahwa islam bermusuhan dengan kristen, dan pandangan islam sebagai agama tidak patut di anut. Belakangan ada sifat yang lebih objektif seperti yang tertulis dalam berbagai brosur, bahwa studi islam di belanda lebih menekankan pada kajian islam di indonesia tertentu, tetapi kurang menekankan pada aspek sejarah islam itu sendiri.
Di negara ini,kajian islam di lakukan di Universitas Laiden.Universitas ini merupakan perguruan tinggi yang sangat intens memperjuangkan kajian islam menjadi kajian di lembaga di Universitas.
e)        Jerman 
Di jerman,studi islam di fokuskan pada kajian-kajian tentang bahasa,budaya dan agama lebih di kenal dengan seminar orientalis.sebagaimana studi ketimuran pada umumnya,studi islam berdiri sendiri terlepas dari teologi(termasuk misiologi)dan tidak terpengaruh oleh polemik dan apologi.sebagai displin ilmu,studi islam berada di bawah Fakultas seni atau di bawah sub-bagianya(jurusan-jurusan),misalnya studi budaya (Kulturwissenchaft)sebagaimana yang ada di swedia dan belanda .
f)         Australia
Studi islam di australia di lakukan oleh sebagian orang indonesia yang bertujuan mengamalkan islam.kajian ini di lakukan di lingkungan mahasiswa muslim indonesia yang be;ajarv di beberapa universitas di melbouerne.di sana,mereka tidak bergabung di kelompok pengajian mana pun karena mereka menganggap satu-satumya tujuan untuk datang ke australia adalah beajar .pengajian itu bersifat dialektika yang menyangkut topik-topik yang kontroversial atau mengandung aspek-aspek ilmiah.

5.      Dampak Yang Ditimbulkan Dari Perkembangan Studi Islam Bagi Dunia Barat.
a)      Damapak Positif
Kehadiran Islam di Eropa Spanyol membawa perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, terutama dalam aspek peradaban dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari hal ini telah menimbulkan semangat orang barat dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang dibawah oleh islam. Al hasil, maka banyaklah orang barat yang menguasai ilmu pengetahuan dari islam, seperti ilmu kimia, ilmu hitung, ilmu tambang (minerologi), meteorology (karya Al Khazini), dan sebagainya. Sedangkan dibidang teknologi adalah orang barat bisa membuat berbagai macam alat industri yang dihasilkan dari observasi atau penelitian. Sekitar abad ke-16 M telah ditemukan sebuah alat perajut kaos kaki. Kemudian tahun 1733 M John Kay telah berhasil membuat alat tenun baru yang dapat bekerja lebih cepat dan menghasilkan tenunan yang baik. Pada tahun 1765 M Hargreaves berhasil membuat alat pintal yang dapat memintal berpuluh-puluh gulung benang sekaligus. Kemudian sekitar tahun 1780 M terjadi revolusi industri di Inggris, seperti ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1769 M dan alat tenun oleh Cartwright tahun 1785 M yang menyebabkan Inggris menjadi negara industri maju.
b)      Dampak Negatif
Diatas telah kami jelaskan, bagaimana dampak positif dari perkembangan studi Islam di dunia barat. Perlu diketahui disamping adanya dampak positif, ada juga dampak negatif yang ditimbulkannya.Adapun dampak negatif itu adalah dapat kami uraikan sebagai berikut :
1)      Setelah bangsa barat menjadi bangsa yang maju dan telah mengalami revolusi dibidang industri. Maka mereka mendapati masalah kekurangan bahan baku dalam kegiatan industrinya. Kemudian untuk mencari jalan keluarnya mereka berlomba-lomba mencari di dunia Timur, yang kebanyakan dikuasai oleh pemerintahan muslim. Di samping itu, mereka juga memerlukan tempat pemasaran baru bagi hasil industrinya ke negara-negara Timur. Sebagai akibatnya, banyak negara-negara Barat datang kedunia Timur dan terjadilah Ekspansi besar-besaran dalam bidang social, politik, ekonomi dan sebagainya. Di waktu itulah terjadi suatu massa kolonial dan imperial, yaitu massa dimana bangsa-bangsa Barat melakukan penjajahan terhadap dunia Timur, khususnya dunia muslim.
2)      Rupanya dampak negatif yang kedua ini adalah bagaikan kacang lupa kulitnya. Saya kira istilah ini memang pantas ditunjukkan pada orang barat,karena kenapa ? mereka sungguh tidak tahu diri. Ilmu yang berkembang di Dunia Barat itu adalah dari islam, akan tetapi mereka mengingkarinya, mereka tidak mengakui. Malahan mereka mengaku ilmu tersebut berasal dari peradaban lain, bukan dari peradaban islam. Ada seorang sarjana bernama Max Dimont mengatakan bahwa orang Barat itu menderita Narcisisme, yaitu mereka mengagumi diri mereka sendiri, dan kurang memiliki kesediaan untuk mengakui utang budinya kepada bangsa-bangsa lain. Mereka hanya mengatakan, bahwa yang mereka dapatkan itu adalah warisan dari Yunani dan Romawi.

D.                PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI DUNIA TIMUR
Studi Islam di dunia Islam sama dengan menyebut studi Islam di dunia muslim. Dalam sejarah muslim dicatat sejumlah lembaga kajian Islam di sejumlah kota. Maka uraian berikut adalah sejarah perkembangan studi Islam di dunia muslim.
Akhir periode Madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan Islam sekolah masih di masjid-masjid dan rumah-rumah dengan ciri hafalan namun sudah dikenalkan logika. Selama abad ke 5 H, selama periode khalifah ‘Abbasiyah sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar dan mulai bergeser dari matakuliah yang bersifat spiritual ke matakuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Berdirinya sistem madrasah justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan diprakarsai negara. Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh kerajaan Fatimah di Kairo.
Pengaruh al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal terjadi pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian Islam di zamannya, yakni Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus, dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia Muslim yakni: (1) Nizhamiyah di Baghdad, (2) al-Azhar di Kairo Mesir, (3) Cordova, dan (4) Kairwan Amir Nizam al-Muluk di Maroko. Sejarah singkat masing-masing pusat studi Islam ini digambarkan sebagai berikut:

1.      Nizhamiyah di Baghdad
Perguruan Tinggi Nizhamiyah di Baghdad berdiri pada tahun 455 H / 1063 M. perguruan tinggi ini dilengkapi dengan perpustakaan yang terpandang kaya raya di Baghdad, yakni Bait-al-Hikmat, yang dibangun oleh al-Makmun (813-833 M). salah seorang ulama besar yang pernah mengajar disana, adalah ahli pikir Islam terbesar Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M) yang kemudian terkenal dengan sebutan imam Ghazali.
Perguruan tinggi tertua di Baghdad ini hanya sempat hidup selama hampir dua abad. Yang pada akhirnya hancur akibat penyerbuan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.

2.      Al-Azhar di Kairo Mesir
Panglima Besar Juhari al-Siqili pada tahun 362 H/972 M membangun Perguruan Tinggi al-Azhar dengan kurikulum berdasarkan ajaran sekte Syiah. Pada masa pemerintahan al-Hakim Biamrillah khalifah keenam dari Daulat Fathimiah, ia pun membangun pepustakaan terbesar di al-Qahira untuk mendampingi Perguruan tinggi al-Azhar, yang diberri nama Bait-al-hikmat (Balai Ilmu Pengetahuan), seperti nama perpustakaan terbesar di Baghdad.
Pada tahun 567 H/1171 M daulat Fathimiah ditumbangkan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi yang mendirikan Daulat al-Ayyubiah (1171-1269 M) dan menyatakan tunduk kembali kepada Daulat Abbasiyah di Baghdad. Kurikulum pada Pergutuan Tinggi al-Azhar lantas mengalami perombakan total, dari aliran Syiah kepada aliran Sunni. Ternyata Perguruan Tinggi al-Azhar ini mampu hidup terus sampai sekarang, yakni sejak abad ke-10 M sampai abad ke-20 dan tampaknya akan tetap selama hidupnya.
Universitas al-Azhar dapat dibedakan menjadi dua periode: pertama, periode sebelum tahun 1961 dan kedua, periode setelah tahun 1961. Pada periode pertama, fakultas-fakultas yang ada sama dengan fakultas-fakultas di IAIN, sedangkan setelah tahun 1961, di universitas ini diselenggarakan fakultas-fakultas umum disamping fakultas agama.




3.      Perguruan Tinggi Cordova
Adapun sejarah singkat Cordova dapat digambarkan demikian, bahwa ditangan daulat Ummayah semenanjung Iberia yang sejak berabad-abad terpandang daerah minus, berubah menjadi daerahyang makmur dan kaya raya. Pada masa berikutnya Cordova menjadi pusat ilmu dan kebudayaan yang gilang gemilang sepanjang Zaman Tengah. The Historians history of the World, menulis tentang perikeadaan pada masa pemerintahan Amir Abdurrahman I sebagai berikut: demikian tulis buku sejarah terbesar tersebut tentang perikeadaan Andalusia waktu itu yang merupakan pusat intelektual di Eropa dan dikagumi kemakmurannya. Sejarah mencatat, sebagai contoh, bahwa Aelhoud dari Bath (Inggris) belajar ke Cordova pada tahun 1120 M, dan pelajaran yang dutuntutnya ialah geometri, algebra (aljabar), matematik. Gerard dari Cremonia belajar ke Toledo seperti halnya Adelhoud ke Cordova. Begitu pula tokoh-tokoh lainnya.

4.      Kairwan Amir Nizam al-Muluk di Maroko
Perguruan tinggi ini berada di kota Fez (Afrika Barat) yang dibangun pada tahun 859 M oleh puteri seorang saudagar hartawan di kota Fez, yang berasal dari Kairwan (Tunisia). Pada tahun 305 H/918 M perguruan tinggi ini diserahkan kepada pemerintah dan sejak itu menjadi perguruan tinggi resmi, yang perluasan dan perkembangannya berada dibawah pengawasan dan pembiayaan negara. Seperti halnya Perguruan tinggi al-Azhar, perguruan tinggi Kairwan masih tetap hidup sampai kini. Diantara sekian banyak alumninya adalah pejuang nasionalis muslim terkenal.
Penyebab utama kemunduran dunia muslim khususnya di bidang ilmu pengetahuan adalah terpecahnya kekuatan politik yang digoyang oleh tentara bayaran Turki. Kemudian dalam kondisi demikian datang musuh dengan membawa bendera perang salib. Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan ketika itu dihancurkan Hulaghu Khan 1258 M. Pusat-pusat studi termasuk yang dihancurkan Hulaghu.

E.        PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI INDONESIA

Pendidikan Islam mulai dan berkembang pada awal abad ke-20 Masehi dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang bersifat formal. Yang melatar belakangi munculnya lembaga Pendidikan Islam di Indonesia yaitu pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-satunya pusat berbagai kegiatan, baik kegiatan keagamaan, sosial kemasyarakatan, termasuk kegiatan pendidikan. Bahkan kegiatan pendidikan yang berlangsung di masjid dan masih bersifat sederhana kala itu sangat dirasakan oleh masyarakat muslim, maka tidak mengherankan apabila mereka menaruh harapan besar kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun masyarakat muslim yang lebih baik.
Awal mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan yang diperlukan masyarakat. Namun karena terbatasnya tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak dapat menampung animo masyarakat yang ingin belajar. Maka dilakukanlah berbagai pengembangan secara bertahap hingga berdirinya lembaga pendidikan Islam yang secara khusus berfungsi sebagai sarana menampung kegiatan pembelajaran sesuai dengan tuntutan masyarakat saat itu. Dari sinilah mulai muncul istilah surau, meunasah dan pesantren.
1.    Surau
Istilah surau sebagai lembaga pendidikan Islam muncul di Minangkabau, bahkan istilah ini sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam sistem adat Minangkabau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang yang berfungsi sebagai tempat bertemu, berkumpul, rapat, dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan orangtua yang uzur.
Setelah Islam datang, fungsi surau tidak berubah, hanya saja fungsi keagamaannya semakin penting yang diperkenalkan pertama kali oleh Syeikh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Pada masa itu, eksistensi surau di samping sebagai tempat shalat juga digunakan Syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam, khususnya tarekat (suluk) yang dikenal dengan nama tarekat Sattariyah. Melalui tarekat ini, Syekh Burhanuddin menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat luas di sekitar Minangkabau.
Semula, lembaga pendidikan surau ini hanya mengajarkan metode membaca Al-Qur’an dan beberapa ilmu Islam seperti aqidah, akhlak, dan ibadah. Namun secara bertahap sesuai perkembangan zaman, eksistensi surau sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami kemajuan, termasuk waktu pelaksanaan kegiatan belajar tidak lagi hanya pada malam hari saja, tapi sudah dilakukan pada siang hari. Dan sedikitnya ada dua jenjang pendidikan surau pada era ini, yaitu:
1)   Pengajaran Al-Qur’an
Untuk mempelajari Al-Qur’an ada dua macam tingkatan, yakni
a.    Pendidikan Rendah, materi pelajaran pada pendidikan rendah ini mencakup:
pelajaran memahami ejaan huruf Al-Qur’an dan membaca Al-Qur’an yang dilaksanakan dengan metode praktik dan latihan
2)   Pelajaran cara berwudhu dan tata cara shalat yang dilakukan dengan metode praktik dan menghafal
3)    Pelajaran tentang keimanan, terutama yang berhubungan dengan sifat dua puluh yang dipelajari dengan metode menghafal melalui lagu
3.    pelajaran akhlak yang dilakukan dengan metode cerita tentang Nabi-Nabi dan orang-orang shaleh.
b.    Pendidikan Atas
Materi pelajaran pada pendidikan atas ini mencakup pendidikan membaca Al-Qur’an dengan lagu, kasidah, barzanji, tajwid, dan kitab perukunan. Lama pendidikan untuk kedua jenis pendidikan tersebut tidak ditentukan. Seorang siswa baru dapat dikatakan tamat bila ia telah mampu menguasai setiap materi yang diajarkan dengan baik.
2)   Pengajian Kitab
Materi pendidikan pada jenjang ini meliputi: ilmu nahwu dan shorf, ilmu fikih, ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya. Metode pengajarannya adalah dengan membaca sebuah Kitab Arab dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, setelah itu baru diterangkan maksudnya. Adapun penekanan pembelajaran pada jenjang ini mengandalkan kekuatan hafalan. Maka agar siswa mampu menghafal dengan cepat, metode pengajarannya dilakukan melalui cara melafalkan materi dengan lagu-lagu.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, posisi surau sangat strategis baik dalam proses pengembangan Islam maupun pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam. Bahkan surau telah mampu mencetak para ulama besar Minangkabau dan menumbuhkan semangat nasionalisme, terutama dalam mengusir penjajah Belanda. Namun, seiring perkembangan zaman, metode pengajaran surau dianggap sudah ketinggalan zaman, sehingga harus dimodernisasi. Maka tak heran, bila pendidikan surau saat ini sangat sulit dijumpai.
2.    Meunasah
Istilah meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam dikenal pada masyarakat Aceh. Sebagian orang mengatakan bahwa istilah meunasah ini berasal dari kata Arab, yaitu Madrasah. Meunasah secara fisik merupakan satu bangunan yang terdapat di setiap gampong yang berbentuk seperti rumah panggung tetapi tidak mempunyai jendela dan bagian-bagian lain. Bangunan ini digunakan sebagai tempat belajar dan berdiskusi serta membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Sama seperti kebiasaan anak laki-laki di Minangkabau yang tinggal di surau, maka para anak muda serta laki-laki yang belum menikah di Aceh juga menjadikan meunasah sebagai tempat bermalam mereka. Di sinilah anak-anak sejak usia dini di gampong, dididik dengan berbagai ilmu pengetahuan agama dan kemasyarakatan.
Meunasah dipimpin oleh seorang teungku meunasah. Biasanya, setiap kampung di Aceh memiliki minimal satu meunasah. Gampong yang memiliki beberapa meunasah, tetap dipimpin oleh satu teungku, sebagai pasangan dua sejoli dengan keuchik. Maksudnya, walau dalam gampong terdapat beberapa meunasah, kedudukan keuchik dan teungku meunasah tetap seperti ayah dan ibu (yah dan ma) yang memiliki tugas dan wewenang masing-masing serta saling membantu satu sama lain.
Mengenai peran meunasah, Syofwan Idris (2001) sebagaimana yang dikutip oleh Sulaiman Tripa dalam artikel yang dimuat di http://www.acehinstitute.org menyebutkan bahwa Meunasah sebenarnya bukan saja lembaga pendidikan tetapi merupakan lembaga yang banyak sekali fungsinya dalam masyarakat gampong. Di sini orang mengaji, berjama’ah, bermusyawarah, mengadili pencuri, mengadakan dakwah, mengadakan kenduri, sebagai pos keamanan dan tempat tidur anak muda yang belum kawin, dan duda yang berpisah dengan isterinya. Dan lembaga seperti ini memberikan pendidikan yang sangat komprehensif, aktual dan terpadu kepada anak-anak.
Sebenarnya dalam budaya adat Aceh, peran meunasah dan masjid merupakan satu kesatuan yang tak pernah bisa dipisahkan. Kedua lembaga ini merupakan simbol/logo identitas keacehan yang telah berkontribusi fungsinya membangun pola dasar SDM masyarakat menjadi satu kekuatan semangat yang monumental, historis, herois dan sakralis. Fungsi lembaga ini memiliki muatan nilai-nilai aspiratif, energis, Islamis, menjadi sumber inspiratif, semangat masyarakat membangun penegakan keadilan dan kemakmuran serta menentang kedhaliman dan penjajahan. Fungsi-fungsi itu antara lain :
  1. Fungsi Meunasah, sebagai tempat ibadah/shalat berjamaah; dakwah dan diskusi; musyawarah/mufakat; penyelesaian sengketa/damai; pengembangan kreasi seni; pembinaan dan posko generasi muda; forum asah terampil/olahraga; serta sebagai pusat ibukota/pemerintahan gampong.
  2. Fungsi Mesjid, sebagai tempat ibadah/Jum`at; pengajian pendidikan; musyawarah/ penyelesaian sengketa/damai; dakwah; pusat kajian dan sebaran ilmu; acara pernikahan; serta sebagai simbol persatuan dan kesatuan umat.
Dari poin-poin di atas menunjukkan bahwa fungsi meunasah dan masjid memiliki peran yang sama, yakni sebagai lembaga pengkaderan dan pembinaan umat yang diharapkan mampu melahirkan generasi serta masyarakat berkualitas guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang aman damai, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar, keberadaan meunasah sangat mempunyai arti di Aceh. Semua orangtua memasukkan anaknya ke meunasah. Dengan kata lain, meunasah merupakan madrasah wajib belajar bagi masyarakat Aceh masa lalu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila orang Aceh mempunyai fanatisme agama yang tinggi. Dan bahkan hingga saat ini, eksistensi meunasah tetap dipertahankan sebagai lembaga pendidikan Islam non formal.
Selain meunasah, di Aceh juga sudah ada dan berkembang sejak lama lembaga pendidikan Islam yang bernama “Dayah”. Dayah adalah kata yang digunakan untuk sebuah lembaga pendidikan Islam yang sama dan setara dengan pesantren. Dan sehubungan dengan kesamaan makna dan fungsi antara dayah dan pesantren, maka untuk pembahasan mengenai “dayah” akan penulis rangkumkan dalam pembahasan pesantren.
3.    Pesantren
Menurut asal katanya, pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri. Sedangkan menurut Sudjoko Prasojo bahwa Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non-klasikal, dimana seorang kiayi mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. Bagi masyarakat Aceh, istilah pesantren lebih dikenal dengan nama “dayah”.
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam asli Indonesia dan memiliki akar sangat kuat dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan sistem pendidikan pesantren bahkan telah ada jauh sebelum kedatangan Islam di negeri ini, yaitu pada masa Hindu-Budha. Pada saat itu pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang berfungsi mencetak elit agama Hindu-Budha. Sehingga dalam hal ini tak heran bila C.C. Berg berpendapat bahwa istilah “santri” itu berasal kata India Shastri, berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata Shastri sendiri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku Agama atau pengetahuan. Terlepas benar tidaknya istilah tersebut, yang jelas kehadiran lembaga pendidikan pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntutan umat Islam hingga saat ini, serta telah menjadi pusat berlangsungnya proses pembelajaran ilmu-ilmu keislaman bagi masyarakat Indonesia. Bahkan dalam perspektif kependidikan, pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang tahan terhadap berbagai arus modernisasi. Dengan kata lain, pesantren dapat memposisikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang mampu bersaing dan sekaligus bersanding dengan sistem pendidikan modern yang bermunculan dari waktu ke waktu.
Bertitik tolak dari akar sejarah pesantren atau sebut saja asal-usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik di Indonesia. Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad 16 – 15 yang telah berhasil mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat. Keunikan yang dimaksud adalah
Hampir semua pesantren di Indonesia ini dalam mengembangkan pendidikan kepesantrenannya berkiblat pada ajaran Walisongo. Kemudian seiring perkembangan zaman dan keilmuwan yang dimiliki oleh para pendiri pesantren sesudahnya, maka corak pesantren-pesantren di Indonesia mulai terlihat bervariasi.
Meski begitu, secara umum ciri-ciri pesantren dapat kita lihat sebagai berikut:
1.     ada Kiyai, yang mengajar dan mendidik;
2.     ada santri, yang belajar dari kiyai;
3.     ada masjid, tempat untuk menyelenggarakan pendidikan, shalat berjamaah dan sebagainya; dan
4.     ada pondok, tempat untuk tinggal para santri.
Di samping ciri-ciri di atas, ada juga pesantren yang memiliki fasilitas-fasilitas pendukung lainnya, seperti sarana olahraga dan ruang keterampilan dan pelatihan, yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan pesantren itu sendiri.
Mengenai materi pelajaran dan metode pengajaran, biasanya pesantren mengajarkan kitab-kitab dalam bahasa Arab, materi tersebut mencakup pelajaran Al-Qur’an, tajwid serta tafsir, aqa’id dan ilmu kalam, fiqih dan ushul fiqh, hadits dan musthalahul hadits, bahasa Arab dengan ilmu-ilmu qawaidhnya, tarikh, mantiq dan tasawuf. Dan metode yang digunakan adalah metode ceramah, hafalan, bahkan ada juga yang menggunakan sistem klasikal dengan metode pembelajaran yang bervariasi. Di beberapa pesantren, ada yang selain memberikan pelajaran dan pendidikan agama, juga memberikan wiridan, seperti Naqsabandiyah, Syatariyah, dan lain-lain. Ada pula yang menambahkan kegiatan-kegiatan di luar pendidikan formal, seperti pramuka, ketrampilan, olahraga dan sebagainya, sesuai kemampuan masing-masing pondok pesantren. Meski begitu, satu hal yang sama dari pondok-pondok pesantren tersebut adalah pada penekanan pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang menjadi ciri khas dari pesantren tersebut.
Selain itu, ada beberapa ciri dan keunikan yang sangat menonjol dalam kehidupan pesantren, sehingga membedakannya dengan sistem pendidikan lainnya. Sedikitnya ada delapan ciri pendidikan pesantren tersebut, yaitu:
  1. Adanya hubungan yang akrab antara santri dan kiayi.
  2. Tunduknya santri kepada kiyai.
  3. Hidup hemat dan sederhana.
  4. Semangat hidup mandiri.
  5. Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan.
  6. Penekanan pada pendidikan disiplin.
  7. Berani menderita untuk mencapai suatu tujuan.
  8. Santri memperoleh kehidupan agama yang baik
b)      Lembaga Pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instantional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta seperti :
1.    Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat Dasar)
2.    Madrasah Tsawiyah Negeri (Tingkat Menengah Pertama)
3.    Madrasah Aliyah Negeri (tingkat Menengah Atas). Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
4.    Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri)
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Perkembangan studi Islam di dunia barat, disebabkan oleh adanya kontak langsung antara orang barat dengan orang islam, adanya pelajar barat yang belajar kedunia islam dan adanya gerakan penerjemahan kitab. Islam lebih dikenal didunia barat adalah sebagai Sains daripada Studi. Salah satu contoh kemajuan ilmu pengetahuan dunia barat adalah adanya Ekspedisi Napoleon ke Mesir.
Kmudian Pada perkembangan sejarah studi Islam di dunia timur muncul perguruan tinggi yang terkenal dan sebagian daripadanya masih eksis sampai sekarang ini seperti al-Azhar di Kairo Mesir dan perguruan tinggi Kairwan di Maroko. Dari perguruan Tinggi tersebut terdapat alumni yang merupakan pejuang nasionalis muslim yang terkenal. Penyebab utama kemunduran dunia muslim khususnya dibidang ilmu pengetahuan adalah terpecahnya kekuatan politik yang digoyang oleh tentara bayaran Turki. Kemudian dalam kondisi demikian datang musuh dengan membawa bendera perang salib. Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan ketika itu dihancurkan Hulaghu Khan 1258 M. Pusat-pusat studi termasuk yang dihancurkan oleh Hulaghu.

B.     SARAN
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan baik dari isi dan cara penulisan. Untuk itu kami sebagai penulis mohon maaf apabila pembaca tidak merasa puas dengan hasil yang kami sajikan, dan kritik beserta saran juga kami harapkan agar dapat menambah wawasan untuk memperbaiki penulisan makalah kami.


DAFTAR PUSTAKA

1.                  Nata , Abuddin . 2004. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grapindo Persada)
2.         Jamali, Al Fadhil. 1992. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. (Jakarta:Golden Terayon Press).
3.         Murodi, 2003. Sejarah Kebudayaan Islam; Madrasah Aliyah Kelas Tiga, (Jakarta: Karya Toha Putra Semarang)
4.          Qardhawi,Yusuf. 1997Berita Kemenangan Islam, (Jakarta : Gema Insani Press)
5.         Abd. Hakim, Atang, Drs., MA., dkk, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 2008.
6.         Nasution, Khoruddin, Dr., MA., Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA. 2004.
7.         Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.





Stratifikasi Sosial

 Latar Belakang Masyarakat dengan segala aspek yang mencakup di dalamnya merupakan suatu objek kajian yang menarik untuk diteliti. Begitu...